Se Kalimat "Coretan Tinta Merah" Akan Mengukir Seribu Makna Dalam Segala Fenomena Kehidupan.

Sabtu, 19 Maret 2016

Teologi Pembebasan: Titik Temu Agama Dan Marxisme?

“Orang-orang borjuislah yang telah memutarbalikkan agama menjadi candu bagi rakyat dengan mengkotbahkan adanya Tuhan yang cuma bertahta di surga, sementara itu mereka meraup semua isi bumi ini untuk dirinya sendiri.” – Pastor Frei Betto

Bila ada di kalangan kaum Marxis yang masih memusuhi agama secara membabi-buta, atau sebaliknya, pemeluk agama yang masih penuh prasangka terhadap marxisme, buku ini kiranya dapat memberikan pencerahan-pencerahan. Setidaknya bagi saya, peresensi, buku ini memberikan jawaban atas banyak pertanyaan yang kerap muncul, baik dalam pikiran sendiri maupun dalam diskusi-diskusi.
Contoh-contoh dan konteks penulisan buku ini memang lebih mengacu pada pengalaman gerakan teologi pembebasan di negeri yang mayoritas penganut agama Kristen atau Katolik. Namun dari sini dapat pula dibuat perbandingan terhadap praktek teologi pembebasan pada agama lain, misalnya dengan mengacu pada pemikiran Asghar Ali Engineer atau Haji Misbach dalam Islam.

DATA BUKU
Judul Buku : Teologi Pembebasan – Kritik Marxisme & Marxisme Kritis
Penulis : Michael Löwy
Penerbit : INSISTpress, Yogyakarta
Tahun terbit : Cetakan ke-2, Maret 2013

“Teologi Pembebasan, Kritik Marxisme & Marxisme Kritis” adalah buku karya Michael Löwy, seorang intelektual Marxis yang pernah memenangkan penghargaan prestisius dari dunia akademis PrancisCentre National de la Recherche Scientifique (CNRS). Löwy melakukan kajian yang relatif lengkap mengenai topik ini dengan memaparkan aspek filosofis, konteks situasi sosial, dan aktor atau komponen yang terlibat di dalamnya.

Para pemikir
Pada bagian bagian awal, Löwy membahas pandangan tokoh-tokoh atau pemikir Marxis mengenai hal keagamaan. Di sini pemikiran tokoh-tokoh tersebut diulas satu per satu; mulai dari Karl Marx sendiri, Frederich Engels, Lenin, Kautsky, Rosa Luxemburg, Antonio Gramsci, sampai dengan Lucien Goldman dan Ernst Bloch. Masing-masing dari mereka punya metode pendekatan sendiri terhadap keberadaan agama. Namun, pemikiran yang dinilai paling kontekstual dalam hubungan dengan teologi pembebasan adalah metode pendekatan yang digunakan oleh Goldman dan Bloch.
Baik Goldman maupun Bloch, menurut Lowy, menaruh minat dalam hal menyelamatkan nilai kemanusiaan dan moral dari tradisi agama. Bloch tidak bersepakat dengan pandangan sebagian kaum marxis yang memandang agama semata-mata sebagai “selubung bagi kepentingan kelas”. Bagi Bloch, dalam berbagai bentuk perlawanan dan protesnya, agama adalah “salah satu bentuk penting kesadaran utopia”, atau juga “salah satu ungkapan yang amat kaya tentang Asas Pengharapan”. Ini artinya agama telah memberikan pijakan sekaligus dorongan bagi perubahan sosial ke arah yang lebih baik.
Sementara itu Goldman, masih menurut Lowy, coba membandingkan—tanpa mencampuradukkan—antara iman agama dan kepercayaan Marxis: bahwa keduanya memiliki persaman menolak tegas individualisme murni (yang rasional maupun yang empiris), dan keduanya percaya pada nilai-nilai trans-individual—yakni Tuhan dalam ajaran agama dan masyarakat manusia dalam sosialisme.
Pada bab selanjutnya Lowy membuat defenisi tentang teologi pembebasan. Menurut Löwy, teologi pembebasan dapat dipandang sebagai “suatu gerakan”, “suatu doktrin”, dan “arus pada semua aras”. Sebagai gerakan, Löwy menyimpulkan bahwa teologi pembebasan telah ada sebagai pantulan pemikiran sekaligus cerminan dari keadaan nyata, suatu praxis yang sudah ada sebelum ada penulisan tentang teologi pembebasan itu sendiri. Sementara sebagai doktrin, buku ini menjabarkan beberapa ajaran dasar yang dapat ditemukan dalam tulisan para teolog pembebasan. Salah satu yang menarik dari doktrin tersebut adalah perlawanan atas pemberhalaan (jadi bukan ateisme) sebagai musuh utama agama—yakni menentang berhala-berhala baru yang disembah oleh Fir’aun-Fir’aun baru, Ceasar-Ceasar baru, dan Herodes-Herodes baru: Uang, Kekayaan, Kekuasaan, dan lain sejenisnya.
Keingintahuan pada asal-usul teologi pembebasan dapat terjawab pada bab ketiga. Di sini Löwycoba menjawab pertanyaan sebab munculnya teologi pembebasan yang mulai masif sebagai gerakan di tahun 1960-an. Terdapat dua pendapat para pakar sebelumnya yang dicantumkan Löwy. Pertama, yang melihat kemunculan gerakan ini sebagai “upaya gereja mempertahankan pengaruh” di kalangan rakyat (umat) miskin. Kedua, yang berpendapat bahwa lembaga gereja telah diambil-alih oleh rakyat miskin. Löwy mengkritik dua pendapat tersebut dan mengajukan pendapat sendiri. Bahwa gerakan ini muncul terutama karena adanya perubahan-perubahan di dalam maupun di luar gereja.

Konsep dan acuan berpikir
Bahwa gereja memiliki perhatian terhadap kaum miskin sama sekali bukan hal yang baru. Ini merujuk pada sejarah pendirian gereja sendiri, yang sudah berlangsung dua ribu tahun, yang pada awalnya lebih diterima oleh kaum miskin atau orang-orang yang tertindas. Tidak sedikit diantara para teolog pembebasan yang menginginkan agar gereja kembali ke khitah sebagai pembebas kaum tertindas. Mereka memberi perhatian penting pada bagian Kitab Keluaran “sebagai paradigma perjuangan pembebasan rakyat yang diperbudak”.
Dalam perjalanannya, gereja memang tetap memberi perhatian pada kaum miskin. Tapi pendekatan yang digunakan semata-mata bersifat kedermawanan atau cenderung paternalistik. Pendekatan ini yang ditentang dan diubah oleh teologi pembebasan. Salah satu doktrinnya menyebutkan:
“Orang-orang miskin tak boleh lagi terus-terusan menjadi sasaran kedermawanan, tetapi sebagai pelaku dari upaya pembebasan mereka sendiri. Bantuan atau pertolongan yang bersifat kebapakan harus digantikan dengan aksi kesetiakawanan bersama dalam perjuagan rakyat miskin untuk menentukan nasib sendiri.”
Oleh karena itu, Löwy menyimpulkan bahwa bagi para teolog pembebasan “Marxisme tampak sebagai suatu penjelasan yang sistematik, padat, dan menyeluruh mengenai sebab-sebab kemiskinan dan merupakan satu-satunya kesimpulan radikal yang memenuhi syarat untuk memberantas kemiskinan tersebut”.
Löwy tidak menampik adanya perbedaan-perbedaan antara marxisme dan teologi pembebasan. Sedikit di antaranya yang paling mendasar adalah soal-soal filsafat materialis, ideologi ateis, dan pemaknaan “agama sebagai candu rakyat”.Namun dalam banyak hal perbedaan tersebut lebih kepada perbedaan tafsir terhadap Marxisme. Bagi Gustavo Gutierrez, misalnya, Marxisme tidak semata menyediakan alat analisa ilmiah, tetapi juga suatu kehendak perubahan sosial yang utopis.
Ketika masuk ke dalam praxis politik, Löwy menilai apa yang dilakoni oleh para teolog pembebasan jauh lebih Marxis dibanding orang-orang yang mengklaim diri ‘Marxis murni’. Bahkan Löwy mempertanyakan kemampuan kaum ‘Marxis text-book’ dan ‘materialis kasar’ yang jauh ketinggalan dalam praxis dibandingkan para teolog pembebasan yang mampu membaca keadaan obyektifAmerika Latin sehingga membawa kemajuan luar biasa dalam gerakan sosial dan politik di Amerika Latin, termasuk dalam memenangkan revolusi Sandinista di Nicaragua.
Di sini disebutkan pula bahwa para filusuf teolog pembebasan cenderung mengecam pandangan kaum Marxis yang dinilai “terlalu ilmiah”, seperti Althusser. Mereka lebih tertarik pada “Marxisme Barat” yang sering disebut “Neo Marxisme” seperti Ernst Bloch. Namun tetap yang paling menginspirasi mereka adalah seorang Marxis Amerika Latin, Jose Carlos Mariategui, yang mengingatkan agar sosialisme di Amerika Latin tidak boleh menjadi suatu “tiruan murni” atau “salinan” saja dari pengalaman-pengalaman sosialisme yang sudah ada, tetapi lebih merupakkan suatu “hasil cipta perjuangan” sendiri. Bukankah ini mirip dengan pandangan Bung Karno tentang Pancasila dan Marhaenisme?

Para martir
Pada beberapa bagian dari buku ini pembaca dapat menemukan berbagai ulasan maupun kisah menarik seputar perjuangan politik rakyat yang melibatkan para uskup, pastor, suster, pendeta, tokoh agama, dan kaum awam. Nama-nama yang tidak asing lagi sebagai pentolan teologi pembebasan juga disebutkan dan secara singkat diulas di sini, seperti Gustavo Gutierrez, Frei Betto, uskup Dom Helder Camara, uskup Oscar Romero, dan lain-lain. Tidak sedikit dari mereka yang gugur dalam pertempuran melawan kekuasaan diktator atau ditangkap dan disiksa karena dukungan mereka terhadap gerakan politik.
Beberapa yang turut mengangkat senjata dan gugur dalam pertempuran melawan tentara diktator adalah Romo Camilo Torres di Kolombia dan Romo Gaspar Garcia Laviana di Nicaragua. Sementara banyak lain yang terbunuh karena aktifitas politiknya, seperti Romo Domingo Lain (1974), Romo Joao Bosco Penido Burnier (1976), Rutilio Grande (1977), dan Uskup Oscar Ramero (1980). Antara lain karena pengorbanan-pengorbanan ini sehingga Löwy menyimpulkan bahwa teologi pembebasan sama sekali bukan “siasat”atau “gerak tipu agamawan” menghadapi kemiskinan yang ada, melainkan suatu pemihakan rohani yang amat mendalam pada sebab-sebab perjuangan rakyat miskin.

Lenin dan Frei Betto
Di buku ini pula ada sebuah temuan menarik yang ingin saya bagikan secara khusus. Löwy secara tidak sengaja[?] mengambil dua kutipan dari dua orang yang berbeda dari rentang waktu yang juga berbeda, yakni Vladimir I. Lenin dan Frei Betto, seorang misionaris dari ordo Dominican. Dikisahkan suatu waktu Frei Betto ditangkap dan diinterogasi oleh seorang algojo rezim diktator yang terkenal bengis. Ia ditanya:
“Bagaimana seorang Kristen kok bisa bekerjasama dengan orang komunis?”
Betto menjawab:
“Bagi saya, manusia tidak dibedakan antara mereka yang beriman dan mereka yang ateis, tetapi dibagi antara mereka yang ditindas dan mereka yang menindas, antara mereka yang ingin mempertahankan tatanan masyarakat yang tidak adil ini dan mereka yang berjuang demi tegaknya keadilan.”
Kutipan ini menarik karena pada bagian awal buku telah diambil sebuah kutipan lain dari Lenin tentang agama yang dapat ditemukan benang merahnya sebagai berikut:
“…persatuan dalam perjuangan revolusioner yang nyata dari kelas tertindas demi mencapai suatu surga di muka bumi adalah jauh lebih pennting ketimbang kesatuan pendapat kaum proletar tentang surga yang akan datang nanti di akhirat.”
Bisa jadi Frei Betto terilhami oleh tulisan Lenin ketika menjawab pertanyaan sang algoju. Namun kesamaan pandangan ini setidaknya telah memperjelas suatu kedekatan yang begitu erat antara Marxisme dan Teologi Pembebasan. Tidak heran bila pada akhir tulisannya Löwybersepakat dengan banyak kalangan di Amerika Latin yang menyatakan bahwa hubungan antara gerakan Marxis dan Teologi Pembebasan bukan hanya sebatas taktis untuk memenangkan suatu pertempuran tertentu, tetapi sesuatu yang organik.
Akhirnya, menurut Löwy, beberapa hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut antara teologi pembebasan dan Marxis bukan lagi dasar filosofis (idealis revolusioner dan materialisme dialektik), melainkan adalah pada soal-soal yang masih sensitif bagi kalangan gereja, seperti persoalan pengguguran kandungan, penggunaan alat kontrasepsi, dan peran atau posisi sosial perempuan secara lebih luas.
Pada akhirnya, buku berisi 155 halaman ini kaya akan berbagai ulasan lain terkait teologi pembebasan yang tentu saja tidak ditulis sepenuhnya dalam resensi ini. Selain itu terdapat suplemen sebuah risalah dari Frei Betto yang mengupas hubungan antara Teologi dan Marxisme.

Dominggus Oktavianus, Sekretaris Jenderal Partai Rakyat Demokratik (PRD)

Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com/33988-2/#ixzz43QDvxd3s
Follow us: @berdikarionline on Twitter | berdikarionlinedotcom on Facebook

Inisiatif

Oleh: Hasanudin Abdurakhman


Dalam beberapa rapat manajemen yang kami lakukan setiap bulan, sesekali kami berdiskusi tentang kondisi sumber daya manusia di perusahaan grup kami. Biasanya muncul keluhan orang-orang Jepang soal kualitas orang kita.
Kebetulan saya satu-satunya orang Indonesia dalam forum ini. Ini adalah forum yang anggotanya adalah para presiden direktur perusahaan grup kami (ada 12 perusahaan), ditambah direktur di perusahaan holding. Semua orang Jepang.
Salah satu hal yang mereka keluhkan adalah soal rendahnya inisiatif. “Shiji machi,” kata mereka. Artinya banyak orang yang hanya menunggu perintah, kalau tidak diperintah tidak bergerak. Mereka tidak tahu apa yang dilakukan selanjutnya.
Orang seperti ini memang akan jadi beban organisasi. Seorang pemimpin tidak akan sanggup memikirkan segala aspek pekerjaan organisasinya sampai detil. Bawahannya harus mengambil inisiatif, menerjemahkan arah kebijakan pemimpin ke tingkat yang lebih detil dan mengeksekusinya.
Tanpa hal itu, semua beban pikiran akan bertumpu pada pemimpin seorang saja. Kalau sudah begini, organisasi tidak akan berjalan dengan baik.
Apa itu inisiatif? Kata ini berasal dari bahasa Inggris, to initiate, artinya memulai. Mengambil inisiatif artinya memulai suatu tindakan.
Dalam hal organisasi tindakan yang kita mulai bisa merupakan sesuatu yang sama sekali baru, tapi tidak harus selalu begitu. Inisiatif dalam pengertian yang kedua bisa bermakna sebagai penjabaran strategi/kebijakan yang sudah ada.
Bagaimana mengambil inisiatif? Hal pertama yang harus dilakukan adalah memahami organisasi tempat kita bekerja, lalu memahami posisi dan peran kita dalam organisasi tersebut.
Mengambil inisiatif bukan berarti kita boleh asal bertindak, yang penting memulai sesuatu. Berinisiatif artinya bertindak selaras dengan tujuan organisasi, dan sesuai dengan fungsi dan wewenang kita.
Pengetahuan tentang organisasi serta peran kita akan memastikan tindakan yang kita mulai sesuai dengan kebutuhan, serta memberi kita panduan tentang batas yang tidak boleh kita lampaui.
Yang kedua adalah hal yang lebih teknis, yaitu memahami arahan dari pimpinan. Peran kita adalah menerjemahkan arahan itu menjadi tindakan-tindakan di lapangan. Inisiatif bermakna, kita menerjemahkannya menjadi rencana tindakan yang lebih detil serta mengeksekusinya.
Tapi inisiatif bisa pula bermakna bahwa kita memperpanjang garis vektor yang sudah digambarkan oleh pimpinan. Ingat, kita hanya memperpanjang garis itu, bukan membelokkannya ke arah lain.
Kita pun harus waspada, ada batas yang tidak boleh kita lewati. Jangan mememperpanjang garis terlalu jauh.
Bolehkah kita membelokkan arah garis kebijakan? Sampai di mana batas kita dalam menarik garis perpanjangan tadi? Dalam hal ini manajemen Jepang punya konsep yang disebut horenso.
Horenso adalah nama sayur, sejenis bayam. Tapi dalam hal ini horenso adalah singkatan, hokoku (lapor), renraku (kontak), sodan (konsultasi/diskusi). Boleh saja kita berinisiatif membelukkan arah garis kebijakan yang diberikan atasan kita, tapi kita perlu berkonsultasi dengan dia.
Kita juga harus tahu sampai di mana kita harus berhenti, atau di mana kita harus belok lagi. Dalam hal ini horenso, komunikasi dengan atasan, juga dengan anggota tim yang lain harus terus dilakukan.
 Ada beberapa sikap praktis yang bisa kita kembangkan untuk membangun inisiatif.
Terus bekerja dan berpikir untuk mencari solusi. Jangan pernah menyerah ketika usaha yang kita lakukan belum mampu menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Hanya dengan mencoba melalui berbagai cara kita akan menjadi lebih kreatif dengan berbagai ide. Ingat, ide bisa menjadi kontribusi yang paling mahal bagi organisasi.
Biasakan untuk bekerja lebih. Ini terkait dengan memperpanjang garis vektor tadi. Biasakan untuk mengerjakan lebih dari garis arahan yang diberikan pada kita.
Berpikirlah sebagai anggota tim. Kita tidak bekerja sendiri dalam organisasi. Mengambil inisiatif bisa bermakna membaca posisi posisi sejawat, lalu kita menentukan tempat kita berdiri, untuk mengambil peran di situ. Persis seperti pemain sepak bola yang memilih tempat untuk menerima umpan, mengopernya kepada anggota tim lain, atau menendangnya ke gawang lawan.
Biasakan untuk berbagi gagasan dan berdiskusi. Berinisiatif bisa bermakna mempengaruhi orang lain untuk menuju pada suatu arah tertentu. Menyebarkan gagasan tentang apa yang akan atau sedang kita lakukan, mengajak orang melakukannya bersama, adalah hal penting. Bila ini berhasil dilakukan, maka kita akan mendapatkan energi yang lebih banyak untuk mewujudkannya.
Pertimbangkan setiap kesempatan. Solusi untuk berbagai masalah boleh jadi tersembunyi di berbagai tempat. Bila kita tidak mencoba, mungkin kita tidak akan pernah sampai kepada solusi tersebut.
Selalu menambah pengetahuan dan keterampilan, sehingga kita selalu siap untuk penugasan baru, atau menyelesaikan masalah baru.

Bertanggung jawablah. Selesaikan apa yang telah Anda mulai. Bertanggung jawablah terhadap hasilnya, baik atau buruk. Jangan hanya mengklaim bisa hasil baik, dan menghindar bila ternyata hasilnya buruk. Hasil buruk tidak perlu ditangisi, tapi harus dijadikan bahan evaluasi untuk berbuat lebih baik lagi.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/03/15/140932626/Inisiatif

Ingin Pasangan Berhenti Merokok? Ini yang Harus Dilakukan

KOMPAS.com - Para peneliti di University of Aberdeen, UK menemukan, bila seseorang ingin pasangannya berhasil berhenti merokok, yang perlu dilakukan ialah menghentikan omelan atau sindirian dan mulailah untuk mendukungnya.
Dalam studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Health Psychology tersebut, Dr Gertraud Stadler bekerja sama dengan Dr Urte Scholz dari Universitas Zurich untuk melihat perilaku 100 pasangan, yang termasuk perokok dan non-perokok.
Tim peneliti meminta semua pasangan untuk membuat dan menulis buku harian menggunakan ponsel selama sepuluh hari sebelum pasangannya mulai berhenti merokok, dan juga selama 21 hari setelah pasangannya memutuskan untuk berhenti. Partner yang merokok juga diminta untuk mencatat jumlah rokok yang dihisap setiap hari.
Hasil penelitian menunjukkan, perokok yang memiliki pasangan yang menawarkan dukungan fisik dan emosional serta dorongan agar mereka berhenti merokok lebih mungkin untuk berhasil berhenti merokok ketimbang perokok yang memiliki pasangan yang hanya mengomel dan tidak memberi dukungan nyata.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dukungan ini jauh lebih dibutuhkan setelah para perokok memutuskan untuk berhenti. Masa ketika perokok menjalankan kebiasaan sehat baru, bantuan ekstra dari pasangan sangatlah dibutuhkan.
"Ada banyak hal yang tidak akan membantu perokok untuk berhenti, seperti mengomel atau mencoba untuk mengendalikan situasi," komentar Dr Stadler.
"Hasil ini menunjukkan bahwa kita harus menawarkan dukungan emosional serta bantuan fisik layaknya mengurus anak-anak. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk membantu orang lain berhenti merokok."
Penelitian sebelumnya telah menganalisa beberapa metode yang terbukti lebih efektif. Menurut sebuah studi di tahun 2015, iklan anti-rokok dan kampanye kesehatan masyarakat ternyata memiliki efek berlawanan pada perokok.
Alih-alih ingin mengurangi jumlah perokok, para perokok cenderung merasa defensif dan marah sehingga tidak mau berhenti.
Dan sebuah penelitian yang diterbitkan bulan lalu dalam jurnal Communication Research juga menemukan bahwa gambar penyakit pada kemasan rokok dapat memiliki efek berlawanan yang sama.
Sebuah 2015 yang diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine menemukan bahwa terapi perilaku suportif seperti sesi bimbingan adalah yang paling efektif, bila digunakan sendiri atau bersama obat pengganti nikotin.
Dukungan melalui ponsel pintar juga bisa menjadi efektif, seperti studi dari program yang disebut Text2Quit, di mana perokok menerima dukungan rutin melalui pesan berisi motivasi. Ini membantu sekitar 11 persen perokok untuk berhenti.

Editor  : Bestari Kumala Dewi
Sumber            : Yahoo News

"Home Treatment" Ini Bantu Redakan Alergi

KOMPAS.com - Alergi adalah sebuah kondisi di mana tubuh memiliki respon yang berlebihan terhadap suatu zat tertentu. Gejala alergi bisa sangat mengganggu kenyamanan, seperti gatal-gatal, hidung mampat, bersin dan mata berair.
Pada beberapa kasus, alergi berat, terutama yang mengganggu pernapasam, bisa menyebabkan kematian. Redakan gejala-gejala alergi dengan cara yang sederhana di bawah ini, dan sebisa mungkin hindari benda atau zat yang membuat alergi Anda kambuh.

Makan bawang merah dan putih
Keduanya kaya akan quercetin, antioksidan yang mencegah sel melepas histamin. Histamin adalah senyawa nitrogen organik lokal yang terlibat dalam respon imun. Sistem imun akan bereaksi ketika penderita alergi terpapar oleh zat alergen.

Berciuman
Sebuah penelitian baru menemukan, bahwa orang yang menderita gejala alergi memiliki tingkat penanda reaksi alergi yang rendah.
Namun, setelah mereka berciuman bibir dengan mesra, penanda reaksi tersebut meningkat. Bermesraan bisa meringankan peradangan yang disebabkan oleh stres dan mengurangi gejala alergi.

Minum teh hijau
Para peneliti dari Kyushu University di Jepang menemukan, bahwa senyawa dalam teh hijau yang disebut EGCG dapat menghalangi produksi histamin dan IgE yang diproduksi tubuh saat alergi kambih. Anda bisa minum teh hijau hangat, agar gejala alergi segera lenyap.

Bersihkan rumah
Setiap kali Anda masuk rumah, Anda membawa debu dan serbuk sari, yang dapat menyebabkan banyak gejala alergi. "Lepaskan sepatu Anda sebelum atau segera setelah masuk rumah," kata Howard. Sapu dan pel lantai Anda setidaknya sekali sehari.

Komsumsi vitamin C
Vitamin C adalah antihistamin yang telah terbukti secara ilmiah. "Selama musim alergi, saya memberitahu pasien saya untuk mengonsumsi 1.000 sampai 2.000 miligram vitamin C setiap hari," kata Martha Howard, gelar M.D., dokter pemgobatan integratif di Wellness Associates of Chicago.

Editor  : Bestari Kumala Dewi
Sumber            : Shape

Kamis, 17 Maret 2016

Rencana Penggabungan Pulau Guinea Baru, Di Era 1960 An

Pelajar sekolah Navigasi di Hamadi Hollandia(Jayapura) tampak pelajar dari PNG dan Nederlands Nieuw Guinea saling bekerja sama
Jayapura, – From Sorong to Samarai, itulah ungkapan yang keluar dari ucapan masyarakat Papua Barat maupun saudara-saudara serumpun mereka dari Papua New Guinea. Atau pertanyaan selalu dilontarkan warga negara Papua New Guinea, siapa yang membuat tapal batas negara itu?
Sebenarnya impian lama antara Nederlands Nieuw Guinea dan Australia New Guinea pernah muncul di era 1960 an. Waktu itu ada kerja sama pertukaran pemuda dan pelajar antara kedua saudara serumpun New Guinea Island.
Puluhan pemuda New Guinea Australia datang belajar Sekolah Pelayaran Navigasi, di Hamadi Hollandia (sekarang Jayapura) . Sebaliknya pemuda dari Nederlands Nueuw Guinea belajar telekomunikasi di Lae, Kota kedua terbesar di Australia New Guinea. Selanjutnya beberapa pemuda Nederlands New Guinea belajar dan kuliah di  kedokteran di Port Moresby.
Dua tahun sebelum kemerdekaan Papua New Guinea pada 16 September 1975, Kepala Kantor Wilayah Kesehatan Provinsi Irian Barat, Dr Suryadi Gunawan berkunjung ke Papua New Guinea. Dalam laporan perjalanan 1973 ke PNG  dr Suryadi Gunawan menulis saat menghadiri clinical meeting di Port Moresby sempat bertemu dengan dua dokter putra daerah Irian Barat lulusan Papua Medical College yaitu dr Chris Marjen spesialis anestesi dan dr Hein Danowira spesial bedah.
Lulusan dokter-dokter dari Irian Barat lainnya di PNG tulis dr Suryadi Gunawan adalah dr Peter Pangkatana spesialis kesehatan anak,  dr Saweri spesialis penyakit dalam, dr Fiay spesialis osbsteri dan gynekologi, dr Suebu spesialis kesehatan anak.
Para dokter dari Irian Barat ini belajar ke Port Moresby pada 1961 dengan beasiswa dari pemerintah Belanda. Setelah Belanda angkat kaki dari Irian Barat bea siswa terputus dan 1963 diteruskan oleh pemerintah Australia hingga mereka selesai menjadi dokter. Pemerintah Nederlands Nieuw Guinea dan Australia New Guinea juga menjalin kerja sama olahraga, setiap tahun dilangsung pertandingan olahraga antara kedua wilayah New Guinea.
Saat itu banyak warga Papua New Guinea dari Vanimo datang ke Hollandia untuk bekerja dan bersekolah di wilayah Nederlands Nieuw Guinea.Kunjungan rutin dari pemerintah Nederlands Nieuw Guinea dan Australia New Guinea khususnya Sekretaris Departemen Teritorial dari Canberra dan administrasi dari Australia PNG kerja sama membangun rencana Unifikasi New Guinea.
Kerja sama itu meningkat dengan membuka lahan-lahan pertanian khususnya perkebunaan coklat dan kopi. Bantuan dana dari negara-negara ekonomi Eropah kepada Nederlands Nieuw Guinea dan PNG adalah pertama kali mengembangkan perkebunan coklat rakyat di Nimboran 1958. Papua New Guinea juga membangun perkebunan coklat dan kopi  di  wilayah Lae dan Goroka.
Saat Jubi berkunjung ke Lae pada April 2002, ternyata kopi produksi rakyat di Goroka banyak dijual ke Pabrik Nescafe di Lae. Begitupula coklat dari perkebunan rakyat di Papua New Guinea dikirim ke Kota Industri Lae untuk diproduksi. Masyarakat petani kopi di Goroka menyebut green gold untuk produk pertaninan kopi.
Orang-orang dari Papua Barat pertama kali eksodus pertama ke PNG  era 1963 saat Irian Barat dibawah pemerintahan Pemerintah Indonesia. Gelombang eksodus kedua terjadi pada 1969 setelah pelaksanaan Pepera 1969. Termasuk dalam rombongan eksodus 1969 Nick Messet, Moses Werror, Zonggonao dan  Runaweri.
Gelombang eksodus terbesar dari Irian Jaya ke PNG terjadi pada 1984 usai ditemukan tewasnya musisi dan budayawan Papua pendiri grup musik Mambesak Arnold Ap dan Eduard Mofu d Pasir Enam Kota Jayapura.
Sejak itu sekitar ratusan ribu pengungsi dari Irian Jaya melarikan diri ke PNG akibat kekerasan militer. Eksodus sesuai catatan Kompas, 14 Oktober 2000 menyebut sejak 1963, selanjutnya 1970 setelah pelaksanaan Pepera 1969 dan eksodus terbesar 1984. Mereka berangsur-angsur telah dipulangkan ke Irian Jaya sekitar 831 orang. Bahkan pemerintah PNG sendiri telah memberikan warga negara PNG kepada ribuan warga Papua Barat yang eksodus pada 1984.(Dominggus Mampioper)

http://tabloidjubi.com/2016/03/13/rencana-penggabungan-pulau-guinea-baru-di-era-1960-an/
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Media Text

Media Text

Profil Text

Seiring dengan berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Tegnologi (IPTEK), belahan dunia lain (terutama Negara-negara Maju) berlomba-lomba meraih Impian yang di dambakan pada setiap Negara. Belahan dunia lain masih terbelakng; hal ini melatarbelakangi dari berbagai faktor; salah satunya adalah terbatasnya layanan IPTEK terhadap masyarakat umum. Melihat segala fenomena dalam kehidupan bangsa dan negara, maka Blogspot "WAIKATO NEWS" hadir untuk mencoba mengemukakan Opini, gagasan, ide melalui tulisan dari berbagai aspek kehidupan.

 

Translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Visitor

Flag Counter

Music Papua

Post Populer

 

Templates by Kidox Van Waikato | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger