Se Kalimat "Coretan Tinta Merah" Akan Mengukir Seribu Makna Dalam Segala Fenomena Kehidupan.

Kamis, 25 Februari 2016

Teori Tindakan Sosial Menurut Max Weber


Teori Tindakan Sosial Menurut Max Weber - Eksemplar paradigma definisi sosial ini salah satu aspeknya yang sangat khusus adalah dari karya Max Weber yakni, mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial dan antar hubungan sosial. Inti tesisnya adalah ”tindakan yang penuh arti” dari individu. Tindakan sosial yang dimaksud Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain.
Juga dapat berupa tindakan ”membatin” atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu, atau merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa, atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu.
Contoh dari tindakan sosial ini adalah upaya dari LSM Mitra Alam dalam menanggulangi masalah HIV/AIDS di Surakarta dalam melakukan peranan nya terhadap penanggulangan masalah HIV/AIDS di kota Surakarta berdasarkan tindakan yang penuh arti. LSM Mitra Alam melakukan tindakan yang nyata yang diarahkan kepada IDU (Injection Drug User) dan Orang Dengan HIV/AIDS dalam rangka menanggulangi masalah HIV/AIDS.
Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan sosial dan antar hubungan sosial itu Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi yaitu :

  • Tindakan manusia, yang menurut aktor mengandung makna yang subyektif. Ini meliputi tindakan nyata.
  • Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subyektif.
  • Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam.
  • Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu.
  • Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain itu (Ritzer, 2002 : 38-39).
  1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek.
  1. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan.
  1. Dalam bertindak manusia menggunankan cara, teknik, prosedur, metode serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.
  1. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya.
  1. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukannya.
  1. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan (Ritzer, 2002: 46).
  1. Adanya individu sebagai aktor.
  1. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan tersebut.
  1. Aktor memiliki alternatif cara,alat serta tehnik untuk mempunyai tujuan.
  1. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakan dalam mencapai tujuan.
  1. Aktor dibawah kendali dari nilai nilai,norma-norma dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan (Ritzer, 2002:48-49).

Atas dasar rasionalitas tindakan sosial, Max Weber membedakan dalam empat tipe. Dimana semakin rasional tindakan sosial itu semakin mudah dipahami. Tipe tindakan tersebut adalah:
a. Zwerk rational
Yaitu tindakan sosial murni. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekedar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuanya tapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tujuan dalam Zwerk Rational tidak absolute. Ia dapat juga menjadi cara dari tujuan lain berikutnya. Bila aktor berkelakuan dengan cara yang paling rasional maka mudah memahami tindakan itu.
b. Wrektrational action
Dalam tindakan tipe ini aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih cepat untuk mencapai tujuan yang lain. Ini menunjuk kepada tujuan itu sendiri. Dalam tindakan ini memang antara tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan. Tindakan kedua ini masih rasional meski tidak serasional yang pertama. Karena itu dapat dipertanggungjawabkan untuk dipahami.
c. Affectual action
Tindakan yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami. Kurang atau tidak rasional.
d. Traditional action
Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu dimasa lalu saja (Ritzer, 2002:40-41).
Paradigma definisi sosial memiliki 3 teori menjelaskan, yaitu Teori Aksi, Teori Simbolik dan Fenomenologi.
Ketiga teori tersebut mengambil dari karya Max Weber. Secara definitif Weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan memahami tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai kepada penjelasan kausal. Dalam definisi ini terkandung dua konsep dasar, pertama konsep tindakan sosial, kedua konsep tentang penafsiran dan pemahaman.
Penelitian ini menggunakan teori aksi dalam paradigma definisi sosial yang pada mulanya dikembangkan oleh Max Weber. Teori ini memandang bahwa manusia adalah akor yang kreatif dari realitas sosialnya. Sesuatu yang terjadi didalam pemikiran manusia antara setiap stimulus dan respon yang dipancarkan adalah merupakan hasil tindakan kreatif manusia (Ritzer, 2002:44).
Dalam teori aksi yang diterangkan oleh konsepsi Parson tentang kesukarelaan (Voluntarisme). Beberapa asumsi fundamental teori aksi dikemukakan oleh Hinkle adalah sebagai berikut,
Talcot Parson sebagai tokoh teori aksi menginginkan pemisahan antara teori aksi dan aliran behaviorisme, karena menurutnya mempunyai konotasi yang berbeda. Menurut Parson suatu teori yang menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan dan mengabaikan aspek subjektif tindakan manusia tidak termasuk kedalam teori aksi, sehubungan dengan itu Parson menyusun skema unit unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut:
Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma norma mengarahkan dalam memilih alternatif cara dan alat dalam mencapai tujuan. Norma-norma tersebut tidak dapat menentukan pilihannya terhadap cara atau alat, tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih. Kemampuan ini oleh Parson disebut voluntarism, yaitu kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuan. Aktor menurut konsep voluntarism adalah perilaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan memilih alternatif tindakan.


0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Media Text

Media Text

Profil Text

Seiring dengan berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Tegnologi (IPTEK), belahan dunia lain (terutama Negara-negara Maju) berlomba-lomba meraih Impian yang di dambakan pada setiap Negara. Belahan dunia lain masih terbelakng; hal ini melatarbelakangi dari berbagai faktor; salah satunya adalah terbatasnya layanan IPTEK terhadap masyarakat umum. Melihat segala fenomena dalam kehidupan bangsa dan negara, maka Blogspot "WAIKATO NEWS" hadir untuk mencoba mengemukakan Opini, gagasan, ide melalui tulisan dari berbagai aspek kehidupan.

 

Translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Visitor

Flag Counter

Music Papua

Post Populer

 

Templates by Kidox Van Waikato | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger