Se Kalimat "Coretan Tinta Merah" Akan Mengukir Seribu Makna Dalam Segala Fenomena Kehidupan.

Jumat, 26 Februari 2016

Produk Hukum Indonesia dan gagalnya mengimplementasikan UU No. 21 Tahun 2oo1 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua


      A.    UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua   


Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (selanjutnya disebut UU Otonomi Khusus untuk Papua) merupakan kebijakan khusus yang berguna bagi peningkatan taraf hidup dan penegakan hak-hak dasar masyarakat asli Papua, serta mengurangi kesenjangan pembangunan antara Provinsi Papua dan Provinsi lain dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun dalam 14 (Empat belas) tahun pelaksanaannya, UU Otonomi Khusus untuk Papua belum berjalan optimal sesuai dengan amanat dari Undang-Undang tersebut.
Permasahan utama yang dihadapi antara lain adalah: persepsi yang berbeda dalam mewujudkan substansi dari UU Otonomi Khusus untuk Papua, belum terbitnya beberapa peraturan-peraturan pendukung seperti Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) dan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang mendukung pelaksanaan Otonomi Khusus, maupun belum optimalnya pemanfaatan dana Otonomi Khusus, terutama yang ditujukan untuk pemenuhan hak-hak dasar penduduk asli Papua; yang mencakup hak atas tanah, hak atas rasa aman dan sebagainya.
Penerbitan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang OTSUS disebabkan oleh adanya mencuat issu Papua Merdeka. maraknya issu Papua Merdeka di seluruh pelosok tanah Papua membuat Pemerintah Pusat kaget dan berniat baik untuk menawarkan atau memberikan sebagian kekuasaan (Kewenangan) kepada Pemerintah Propinsi Papua untuk mengatur dan mengkoordinasi sesuai dengan kondisi daerah itu. namun sayangnya hingga saat ini pemerintah belum mampu mengoptimalkan pemanfaatan dana UU Otsus tersebut. Pembagian kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah propinsi papua pun belum jelas.
Menurut Jakarta, UU Otsus tidak berjalan optimal disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: Wilayah yang cukup luas, Penduduknya heterogen, sistem pemerintahan yang tidak efetif dan sebagainya. Namun sesungguhnya bukan menjadi alasan pemerintah pusat, hanya sebagai sebuah sandiwara politik demi kepentingan Ekonomi dan Politik bagi para Elit Pusat maupun Daerah (lokal).
Setelah 4 Tahun kemudian Otsus Papua berlaku,  lahirlah sebuah lembaga Pemerintah yang melindungi dan menyuarakan hak-hak dasar orang asli Papua (selanjudnya disebut Majelis Rakyat Papua). Namun MRP pun tidak ada dasar hukum yang mengikat untuk menjalankan Tugas dan Tanggungjawabnya. Pemerintah Propinsi Papua dan DPR Papua selalu berupaya mendorong Perdasi dan Perdasus agar segera disahkan. Namun upaya itu selalu diabaikan oleh Pemerintah Pusat. Dimana kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Propinsi Papua? Dimana Hak dan Kebebasan bagi Orang Asli Papua? Kedua Pertanyaan ini menjadi tolak ukur dan mulai lahir mosi ketidakpercayaan bagi rakyat Papua.
Akibat ketidakpuasan tentang hadirnya Otsus Papua bagi orang Papua. Rakyat Papua berkali–kali turun jalan (Demo) dan menyatakan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua telah gagal. Kegagalan Pemerintah Pusat menyikapi Otonomi Khusus di Tanah Papua telah diakui oleh publik. Selain itu, menjadi perbincangan yang serius pada sidang HAM PBB tahun 2008 lalu. Ada lima Negara mempertanyakan, meningkatnya pelanggaran HAM di Papua, Era Otonomi Khusus Papua; yaitu: Jerman, Prancis, Kanada, Belanda dan Inggris.

B.    Penerbitan Inpres RI No. 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua (Inpres Papua).
 Selanjutnya, dalam kerangka mengoptimalkan pelaksanaan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus. Pemerintah memandang bahwa diperlukan beberapa pendekatan kebijakan baru melalui penerbitan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua (Inpres Papua). Penerbitan INPRES lahir sejak tahun 2003. Didalam kebijakan INPRES, pemerintah pusat (Presiden) memulai beberapa pendekatan kebijakan melalui INPRES diantaranya; Pemantapan ketahanan pangan dan pengurangan kemiskinan; Peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan; Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan; Peningkatan infrastruktur dasar guna meningkatkan aksesibilitas di wilayah terpencil, pedalaman dan perbatasan negara; dan Perlakuan khusus (affirmative action) bagi pengembangan kualitas sumberdaya manusia putra-putri asli Papua.
Selain itu, dalam kerangka mengoptimalkan pelaksanaan Inpres Pemerintah Pusat memandang bahwa diperlukan adanya pemekaran wilayah, untuk memenuhi dan mensejahterakan rakyat Papua. Pembagian wilayah Papua di bagi kedalam tiga Propinsi, tiga kabupaten dan satu Kodya yakni Propinsi Papua (Induk), Propinsi Papua Tengah, Propinsi Papua Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Mimika dan Kodya Sorong.
Namun, Pemekaran Propinsi Papua Tengah dan Propinsi Papua Selatan ditolak oleh rakyat Papua, sedangkan Pemekaran Propinsi Irian Jaya Barat (kini Papua Barat) pun terjadi perdebatan yang panjang, bahkan terjadi memakan korban nyawa. Pada umumnya rakyat Papua menolak, hanya saja berkeinginan pejabat Papua yang kuat dan berambisi jabatan ”Notabene bermata Duitan” akhirnya menerima Pemekaran itu; kemudian di back up oleh Pemerintah Pusat. Setiap produk UU Jakarta untuk kedua Propinsi di Tanah Papua selalu bertolakbelakang dengan apa yang diinginkan oleh rakyat Papua. Tetapi itu merupakan bukan hal baru, sudah menjadi kebiasaan bagi negara ini.
Sesungguhnya pemekaran daerah tak dapat mengungtungkan bagi orang asli Papua; mengapa tidak menguntungkan orang papua? Sebab ada akibatnya. Ketika ada pemekaran wilayah tentu saja pembangunan semeraut. Hal tersebut berawal dari kurangnya Kesiapan SDM. Kualitas Sumber daya Manusia akan menentukan Pembangunan suatu daerah; baik Pembangunan fisik maupun pembangunan non fisik. sehingga hal-hal tersebut dapat berakibat adanya marginalisasi, ketidakadilan, KKN dan lainnya; yang bersifat merugikan bagi orang asli Papua.

C.    Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B).
Hadirnya UP4B di tanah Papua, bukanlah tuntutan rakyat Papua. Sebuah tawaran itu datang dari Pemerintah Pusat; melalui TNI yang di kumandangi oleh seorang Letnan Jendaral Bambang Darmono. Ketika Darmono menawarkan, mengkampanyekan UP4B di setiap kabupaten/kota di Tanah Papua; Rakyat Papua secara tegas menolak. Sebab rakyat Papua menilai kehadiran UP4B akan mengundang, meningkatkan berbagai masalah bagi rakyat Papua.
UP4B bertujuan untuk Percepatan Pembangunan diwilayah Papua dan Papua Barat, sebab adanya Indikasi Jakarta menilai Rakyat Papua rata-rata mencapai di bawah garis kemiskinan, masih tertinggal (Primitive), Perang suku. UP4B menjadi Jembatan antara Jakarta-Papua, dimana UP4B merupakan proyek bagi TNI untuk mengerjakan Pembangunan fisik di Tanah Papua. UP4B sendiri bergerak dalam berbagai aspek, diantaranya: Pendidikan (Affirmation), Kesehatan, dan sebagainya. Namun, yang menjadi Program Utama adalah Pembangunan Fisik (Jalan & Jembatan). 
Di balik niat baik Jakarta, selalu ada tantangan bagi rakyat Papua. Hal itu terbukti,  ketika Darmono sebagai Pimpinan UP4B melakukan sosialisasi ke setiap Kota di Tanah Papua. Kehadiran Darmono di Tanah Papua membuat semakin memanas situasi didaerah bahkan mengorbankan Nyawa orang asli Papua. Disertai dengan adanya pemaksaan TNI atas kehendak rakyat Papua, dengan menggunakan berbagai metode.
Negara tidak akan menyelesaikan segala akar masalah yang ada di Tanah Papua; jika dengan kekerasan (Militerisme). Kekerasan mengundang konflik yang berkepanjangan; Karena itu, perlu ada saling percaya antara Jakarta dan Papua untuk menuntaskan setiap masalah secara bertahap dan menyeluruh. Ketidakseriusan
Kondisi riil di Papua; dapat di buktikan dengan adanya ketidakadilan, kekerasan, konflik yang selama ini terjadi di seluruh  pelosok Tanah Papua. dijadikan sebagai obyek mencari nafkah dengan  bebas melakukan segala kejahatan Negara, demi menguasai wilayah tanpa Kompromi kepada orang asli Papua sebagai Hak Ulayat Adat. Melihat kondisi seperti itu, para elit –elit lokal Papua tidak tinggal diam atau pangku tangan, dan dituntut menyikapi masalah-masalah yang terjadi di tanah Papua; baik masalah internal maupun eksternal. Baik Sadar atau tidak sadar, ini adalah sesuatu tantangan yang harus dihadapi oleh seorang Pejabat di daerah, karena sebagai pejabat mempunyai kapasitas untuk mengatasi dan menyelesaikan segala bentuk masalah.
Dengan melihat kondisi yang sangat memprihatinkan bagi masyarakat Papua,  dari masa ke masa; dibawah pemerintahan Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP, MH dan DPR Papua serta mengumpulkan para bupati se Tanah Papua. Untuk berupaya mendorong Otonomi plus, agar dapat memaksimalkan, meningkatkan taraf hidup orang asli Papua. Namun upaya – upaya yang dilakukan itu begitu saja diabaikan oleh Jakarta. Berarti jelas sekali ada unsur kesengajaan; Jakarta menginginkan nasib hidup orang Papua lebih terpuruk. Negara tidak peduli dengan hidup orang Papua; dengan Sikap Negara tersebut Rakyat Papua selalu tidak percaya terhadap segala kebijakan Jakarta untuk Papua.
                                                            

Kesimpulan                                                                    

ü    Sesungguhnya, jika Negara berniat baik membina Orang Papua maju dan berkembang dalam segala aspek; maka, Pemerintah Pusat memberikan peluang kepada rakyat Papua berupa pelatihan-pelatihan, agar orang Papua dapat berkiprah dalam dunia kerja.
ü    Indonesia gagal meningkatkan taraf hidup rakyat Papua, sejak Papua di integrasikan kedalam NKRI. Solusinya indonesia mengakui kebebasan bagi rakyat Papua, sebagai sebuah negara yang pernah merdeka sejak 1 Desember 1963. 

                                                          




0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Media Text

Media Text

Profil Text

Seiring dengan berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Tegnologi (IPTEK), belahan dunia lain (terutama Negara-negara Maju) berlomba-lomba meraih Impian yang di dambakan pada setiap Negara. Belahan dunia lain masih terbelakng; hal ini melatarbelakangi dari berbagai faktor; salah satunya adalah terbatasnya layanan IPTEK terhadap masyarakat umum. Melihat segala fenomena dalam kehidupan bangsa dan negara, maka Blogspot "WAIKATO NEWS" hadir untuk mencoba mengemukakan Opini, gagasan, ide melalui tulisan dari berbagai aspek kehidupan.

 

Translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Visitor

Flag Counter

Music Papua

Post Populer

 

Templates by Kidox Van Waikato | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger