Pada
umumnya sudah di terima bahwa perbuatan melawan hokum pidana ini di namakan
kejahatan (crime). Mencuri, menipu, melukai
atau membunuh orang lain sudah dengan sendirinya di terima sebagai jenis-jenis
kejahatan. Penerimaan ini berlaku untuk seluruh dunia.
Hukum hak asasi
manusia berbeda dengan hukum pidana. Dengan demikian pelanggaran hak asasi
manusia
Memang, dalam berbagai pelanggaran hak asasi
manusia sering terjadi sejumlah orang terluka bahkan terbunuh. Perbuatan yang
melukai dan membunuh orang ini sama saja dengan kejahatan, namun harus dapat di
bedakan hubungan hukumnya dengan hukum pidana.bila tidak dapat di bedakan, tentu
tidak di perlukan hukum hak asasi manusia sebagai hukum baik di tingkat
internasional maupun nasional.
Kemampuan untuk antara dapat membedakan antara
pelanggaran hak asasi manusia dengan tindak kejahatan (act of crime) merupakan langkah pertama untuk dapat melakukan
pengamatan dan tujuan terhadap kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia. Tanpa
kemampuan membedakannya, seseorang akan terperangkap pada pencampur-adukan
pelanggaran hak asasi manusia dengan tindak pidana.
Misalkan saja seseorang melakukan”
penganiayaan” terhadap orang lain.acapkali di katakan bahwa sese orang itu
telah melanggar hak asasi orang lain. Sekelompok demonstran melakukan
pengeroyokan dan menganiayai seorang aparat kepolisian, kelompok demonstran ini
di tuduh melanggar hak asasi polisi. Contoh lain pembunuhan menggunakan senjata
militer gabungan TNI/POLRI yang selalu berkeliaran hutan papua untuk membunu
rakyat yang sedang berkebun itu juga kadang kala di jadikan kejahatan bukan
pelanggaran hak asasi manusia.
Ketidak mampuan membedakan antara pelanggaran
hak asasi manusia dengan tidak pidana telah telah menimbulkan kekeliruan dalam
melakukan pengamatan dan peninjauan. Bahkan dalam menyusun peraturan
perundang-undangan. Ketidak mampuan ini mengiring kita pada kesesatan. Suatu
kasus pidana kita sangka bahkan kita tegaskan sebagai kasus pelanggarazn hak
asasi manusia. Sebaliknya, suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia justru
kita sangka kasus pidana.
Untuk menyudahi kesesatan paradigmatic, upaya
pembedaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap tindak pidana merupakan
kebutuhan yang tidak dapat di tundah –tundah lagi. Upaya ini perluh di lakukan
dalam rangka pemenuhan salah satu sasaran sosialisasi pemajuan hak asasi
manusia di Indonesia, khususnya bagi kalangan pengacara dan penasehat hokum.
Pada bagian ini perlu di uraikan apa sebenarnya pelanggaran hak asasi manusia
itu.
1.1.
Pengertian
pelanggaran hak asasi manusia
Sesuai namanya hak asasi manusia (human rights),
yang mempunyai hak dalam manusia (individu). Hak ini hanya berlaku bagi
manusia, karena setiap individu adalah manusia. Di luar individu manusia ,
tidak ada yang mempunyai hak asasi manusia. Artinya, hanya individu-individu
manusia saja yang mempunyai hak asasi manusia. Dengan dasar ini, institusi di
luar diri manusia seperti pemerintah, aparat kepolisian, militer atau
TNI/POLRI, kejaksaan tidak melekat dan
tidak memiliki hak asasi manusia. Ini karena semua institusi memang bukan
manusia kendati di buat, di operasikan dan di kendalikan oleh individu-individu
manusia.
Bila hak itu melekat pada manusia, pelanggaran
hak asasi merupakan pelanggaran atas hak yang melekat pada individu-individu
manusia tersebut. Pelanggarazn hak asasi manusia terjadi bila hak-hak individu
yang melekat serta di akui dan di jamin di cabut, di tekan dan di tidas. Ini
berarti pelanggran hak asasi manusia berada dalam hubungan politik.
Sebuah institusi kekuasaan politik terpenting
dalam masyarakat adalah Negara (state).
Pengelolaan kekuasaan Negara (state
power) cenderung mengancam pelaksanaan dan penikmatan hak asasi manusia.
Untuk menjamin hak asasi manusia, operasi kekuasaan Negara dan militer harus di
atur karena militer ini di buat seenaknya di belakang terhadap masyarakat.
Hubungan Negara dengan hak asasi manusia di atur dalam hukum hak asasi manusia
internasional (international human rigts law). Hukum hak asasi
manusia ini mengatur hubungan Negara dengan individu (warga) untuk membentengi
dirinya dari kemungkinan tindakan Negara yang sewenang-wenang atau kebijakan
Negara yang terabaikan upaya warga memenuhi kebutuhannya.
Dalam hokum hak asasi manusia, Negara (state) mempunyai tiga kewajiban pokok
(cre obligation) terhadap hak individu warganya, yaitu menghormati (respect), melindungi (protect) dan memenuhi (fulfill) hak asasi individu warganya.
Acuan kepada kewajiban yang harus di laksanakan Negara inilah yang mendasari
terjadinya perbaikan maupun pelanggaran hak asasi manusia. Bila Negara berhasil
memenuhi kewajibannya, perbaikan dan peningkatan pelaksanaan hak asasi manusia
telah berlangsung. Namun sebaliknya, bila Negara gagal memenuhi kewajibannya,
yang te rjadi
adalah pelanggran atau pengabaian hak asasi manusia.
Pelanggaran (violation)
atau pengabaian (denial) terhadap hak
asasi manusia pasti terjadi, negara gagal melaksanakan kewajibannya. Kekuasaan
Negara yang di jalankan secara sewenang-wenang pasti melanggar hak asasi
manusia. Demikian pula, Negara akan mengabaikan hak asasi manusia bila
kebijakan-kebijakannya tidak atau kurang memungkinkan individu-individu
warganya memperoleh akses dalam pemenuhan kebutuhan mereka sebagai manusia (human needs).
Karena Negara yang melaksanakan kewajiban untuk
menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia, Negara pula yang
bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia. Artinya, Negara juga
pelaku pelanggaran hak asasi manusia (human
rights violator) karena Negara pelaksana kewajiban dan bertanggung jawab
atas pelaksanaan kewajibannya sendiri. Pengaturan hubungan dua pihaklah Negara
dan individu (manusia) yang menempatkan Negara sebagai pelanggaran hak asasi
manusia.
Berdasarkan deklarasi korban dan penyelewengan
kekuasaan (Declaration of basic
principles of justice victims of
crime and abuse of power) dan dari sudut pandang korban (victim), ada dua cara untuk merumuskan
pelanggaran hak asasi manusia.
Pertama, “pelanggaran terhadap hokum pidana
yang berlaku dalam hokum nasional, termasuk pelanggaran hokum yang menetapkan
penyelewengan kekuasaan sebagai kejahatan.” Pelanggaran yang di maksudkan
adalah kerugian dan penderitaan individu maupun kelompok orang, termasuk
kerugian fisik dan mental, pendefitaan emosional, kerugian ekonomi, atau
pelemahan secara ekonomi, atau pelemahan secara substansial hak-hak dasar
mereka, karena tindakan dan kelalaian yang di persalahkan kepada Negara.
Kedua, “perbuatan atau kelalaian yang di
persalahkan kepada Negara yang belum merupakan pelanggaran hokum pidana
nasional namun merupakan kaidah yang diakui secara internasional dalam
kaitannya dengan hak asasi manusia.” Negara di persalahkan pelanggaran hak
asasi manusia dengan melakukan pelanggaran terhadap perjanjian – perjanjian
internasional tentang hak asasi manusia.
Dalam pengaturan hubungan dua pihak Negara
dengan individu Negaralah yang di persatukan sebagai pelanggar hak asasi
manusia, sedangkan individu dan kelompok orang yang menjadi korban tindakan
atau kelalaian Negara. Sampai disini kita berhasil merumuskan pelaku dan korban
pelanggaran hak asasi manusia. Pelakunya adalah Negara dan korbannya adalah
individu dan kelompok individu (warga).
1.2. pelanggaran hak-hak sipil dan politik
Pelanggaran hak sipil dan politik adalah
pelanggaran yang di lakukan oleh Negara atas hak-hak negative (negative rights). Kata ”negative” tidak berkonotasi buruk,
melainkan menunjukkan ukuran keterlibatan
Negara yang minimal. Pelanggaran hak-hak sipil dan politik akan terjadi
bila Negara selalu terlibat pada upaya individu-individu warga dalam menikmati
hak-haknya.
Dalam perbaikan dan peningkatan pelaksanaan hak-hak
sipil dan politik seperti hak berpendapat, berkumpul, berserikat serta hak akan
kebebasan bergerak dan menjalankan berbagai kegiatan, Negara harus mengurangi
(minimal) perannya. Karena itu, semakin sedikit tercampur tangan Negara dalam
pelaksanaan hak-hak sipil dan politik ini bagi setiap warga.
Bila Negara melakukan campur tangan dalam
kebebasan sipil dan politik, pelaksanaan hak-hak sipil dn politik akan
mengalami ganngguan intervensi Negara. Dengan menganggu pelaksanaan hak-hak ini
Negara melanggar hak-hak sipil dan politik. Keterlibatan Negara yang tidak
minimal (besar) dalam hak-hak sipil dan politik, berarti terjadi pelanggaran
atas hak-hak tersebut.
Pertama, Negara tidak boleh membatasi, apalalagi
menutupi peluang setiap individu warganya untuk menikmati kebebasan, semakin di
langgarnya hak-hak sipil dan politik. Seseorang atau sekelompok orang yang
sedang melakukan perjalanan akan merasa terganggu bila tengah jalan aparat
Negara (state apparatus) melakukan
pemeriksaan dan pengeledahan. Dengan tindakan ini, orang-oarang di buat oleh
Negara tidak bebas bergerak untuk menyelesaikan urusan pribadinya. Aparat
Negara telah menganggu perjalanan warganya.
Negara tidak di benarkan membatasi atau
menghambat kebebasan seseseorang. Setiap Negara wajib membiarkan seseorang
menikmati hak berkumpul, berserikat dan menjalankan kegiatan politiknya. Negara
tidak boleh melarang seseorang untuk mempunyai keyakinan agama dan pandangan
politik (ideology) tertentu. Kalau di larang, Negara melanggar hak setiap orang
untuk melaksanakan keyakinan agama dan pandangan politiknya. Mempunyai
keyakinan agama dan pandangan politik tertentu sama sekali bukan perbuatan
criminal (pidana). Negara tidak boleh melarangnya.
Kedua, Negara dengan menggunakan
alat-alat kekerasan Negara seperti militer dan polisi sama sekali tidak di
benarkan melakukan tindakan yang membahayakan keamanan dan keselamatan
rakyatnya. Keterlibatan Negara dengan tindakan-tindakan seperti ini sangat
membahayakan penduduk sipil. Individu-individu yang menjadi korban tindakan
alat kekerasan Negara dapat mengalami penderitaan yang hebat baik fisik, mental
(psikologis) maupun kerugian ekonomi.
Kekuasaan Negara bisa di gunakan untuk
melakukan tindakan- tindakan penyiksaan dan perlakuan yang kejam terhadap
individu-individu warga Negara. Jenis kegiatan inilah yang membahayakan
keamanan dan keselamatan pribadi warga dan dilarang oleh konvensi anti penyiksaan
dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau
merendahkan martabat manusia (convention
against torture and other cruel, inhuman or degrading treatment or punishment).
Hak-hak sipil dan politik akan terlanggar bila
keterlibatan Negara bertambah besar. Keterlibatan Negara bukan hanya dapat membatasi
dan menghalangi pemenuhan hak-hak ini, namun dapat membahayakan keamanan dan
keselamatan pribadi warga.
1.3. Pelanggaran Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
Pelanggaran atau penyangkalan (denial) hak-hak
ekonomi, social dan budaya adalah pengabaian Negara atas hak-hak positif
(positive rights). Kata “positif” tidak berkonotasi “bagus” melainkan ukuran keterlibatan Negara yang aktif (besar).
Pengabaian hak-hak ekonomi, sosial dan budaya akan terjadi bila Negara sangat
kurang atau kurang aktif mengupayakan yang memungkinkan individu warganya
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sebagai manusia (human needs).
Dalam pemenuhan hak-hak seperti diatas misalnya
hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak atas penghidupan yang layak, hak atas
jaminan sosial, dan hak atas pendidikan, negara harus berperan dengan membuat
kebijakan-kebijakan yang memungkinkan individu warganya dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya sebagai manusia (human
needs).
Dalam memenuhi hak-hak seperti di atas misalnya
hak untuk mendapatkan pekerjaan, dan hak akan pendidikan, Negara harus berperan
dengan membuat kebijakan-kebijakan yang memungkinkan setiap warga di mungkinkan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sebagai anusia. Bila Negara tidak
atau kurang memainkan peran yang aktif dalam memenuhi kebutuhan- kebutuhan,
Negara mengabaikan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya individu-individu
warganya. Negara tidak atau kurang peduli terhadap upaya warganya untuk
memenuhi kebutuhan mereka sebagai manusia. Kekurang pedulian Negara merupakan
kebijakan yang mengabaikan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
Kedua, Negara wajib melindungi keberlanjutan hak-hak
ekonomi, social dan budaya yang sudah di nikmati individu-individu warganya.
Jaminan ini di perlukan bagi setiap orang supaya hak-hak ekonomi, social dan
budayanya dapat terus di penuhi. Bila perlindungan atas hak-hak tersebut tidak
terjamin, kenikmatan hak-hak individu warganya akan terancam.
Sebagai contoh, Negara tidak boleh membiarkan
individu-individu yang bekerja pada suatu perusahaan di pecat atau di-PHK
secara sewenang-wenang. Bila tidak, Negara Negara mengabaikan hak-hak orang
telah bekerja. Demikian pula PHK massal tanpa audit yang dapat di pertanggung
jawabkan dan di biarkan oleh Negara tergolong pelanggaran hak pelanggaran hak
parapekerja, karena hak mereka untuk bekerja telah di rengut.
Negara tidak boleh membiarkan pemilik
perusahaan member gaji dengan tingkat upah yang sangat rendah, sehingga
mengakibatkan orang-orang yang telah bekerja kurang mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka sebagai manusia. Untuk itu, Negara atau pemerintah
perluh membuat dan melaksanakan kebijakannya supaya di perlakukan standar upah
yang memungkinkan orang-orang yang bekerja mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
Negara juga wajib melindungi warganya yang
telah menikmati pemenuhan kebutuhannya atas pangan. Bila sebagian warga
kehilangankesempatan untuk memenuhi kebutuhan atas pangannya karena Negara
tidak dapat menjamin kelangsungan pemenuhan kebutuhan ini, maka Negara
bertanggung jawab atas kegagalannya tersebut.
Hak setiap orang untuk mendapatkan pendidikan
juga harus di jamin oleh Negara. Bila sebagian warganya mengalami putus sekolah
dalam kurun waktu ketentuan wajib belajar Sembilan tahun, Negara juga di
persalahkan karena gagal dalam memenuhi kewajibannya tersebut. Negara harus
menjamin terlindunginya hak setiap orang untuk menikmati pendidikan sedikitnya
selama Sembilan tahun. Karena pemerintah telah mencanangkan janjinya tentang
“wajib” Sembilan tahun.
1.4. Pelanggaran HAM yang berat
Selain ada penggolongan pelanggaran hak-hak
sipil dan politik serta pelanggaran hak-hak ekonomi, social dan budaya, yaitu
[a] pelanggaran hak asasi yang berat (gross
violation of human rights), serta
[b] bukan berat (non gross).
Pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah pelanggaran terhadap hak-hak
asasi yang fundamental (fundamental human
rights). Hak-hak fundamental ini pada awalnya bersumber pada hak-hak
alamiah (natural rights), yaitu
hak-hak yang melekat secara alamiah pada setiap manusia. Hak-hak yang di maksud
adalah hak untuk hidup (the rights to life), hak atas kebebasan (the rigts to liberty), hak atas
keutuhan pribadi (the rights personal
integrity), hak atas kebebasan (the
rights to liberty) dan hak untuk tidak di perbudak ( the rights to unslaved).
Hak-hak fundamental tidak di cabut dalam keadaan apapun, baik dalam
keadaan damai maupun perang. Setiap Negara wajib melindungi dan menjamin
pelaksanaan hak-hak tersebut. Pelanggran hak-hak fundamental inilah yang dapat di
kualifikasikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Dengan
perkembangan hokum hak asasi manusia internasional, perlindungan hak-hak asasi
manusia dan kebebasan kebebasan semakin mendapat tempat. Deklarasi universal
hak asasi manusia (universal declaration
of human rights) telah merumuskan dasar-dasar perlindungan hak asasi
manusia dan kebebasan yang fundamental. Demikian pula kovenan internasional
tentang hak-hak sipil dan politik (international
convenant of civil and political rights) yang memperkuat perlindungan
hak-hak dan kebebasan fundamental yang tidak boleh di cabut itu?
a. Hak untuk
hidup (the rights of life)
Hak
untuk hidup merupakan hak yang paling penting. Hak ini hanya tidak sekedar sebagai
hak alamiah yang penting, namun juga menjadi urutan yang pertama yang
terkandung dalam deklarasi universal hak
asasi manusia. Pasal 3 DUHAM menegaskan, “setiap
orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan dan keselamatan pribadi.”
Penekanan lebih lanjut bagi setiap Negara dalam melindungi dan menjamin hak
hidup terkandung dalam pasal 6 ayat 1 kovenan internasional tentang hak-hak
sipil dan politik: “setiap orang
mempunyai hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib di lindungi
oleh hokum, tidak seorang pun boleh di rampas hak hidupnya secara
sewenang-wenang.” Dan di teruskan dalam ayat 6: tidak seorang pun dalam pasal ini yang dapat di gunakan untuk menunda
atau mencegah penghapusan hukuman mati oleh Negara kovenan ini.”
Jaminan perlindungan untuk hak hidup dalam
pasal 4 ayat 2, telah di kuatkan kembali pelaksanaan perlindungan dalam
protokol opsional kedua pada kovenan internasional tentang hak sipil dan
politik yang di tujukan untuk penghapusan hukuman mati (second optional protocol on
international covenant on civil and political rights regarding to elimination
of death penalty). Negara yang menjadi peserta protocol ini di haruskan
menghapuskan hukuman mati dalam yurisdiksinya.
Bila seseorang di cabut hak hidupnya, hidupnya
berakhir dan berakhirnya pula dia sebagai manusia. Negara dapat di tuduh atau
di persalahkan melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat bila telah
mengakibatkan seseorang terbunuh atau berakhir hidupnya.
b. Hak untuk
tidak diperbudak
Tidak seorangpun di perbudak. Perbudakan bukan hanya merndahkan martabat
manusia, namun juga menempatkan seseorang tidak mempunyai apapun dan menjadi
sesuatu yang dapat di perjual-belikan. Pelanggaran ini di wajibkan bagi setiap
Negara sebagaimana yang terkandung dalam pasal 4 DUHAM: ” tidak seorang pun
boleh di perbudak atau di perhambakan; perbudakan dan perdagangan budak dalam
bentuk apapun dilarang.”
Setiap manusia sama sekali tidak boleh dapat
diperlakukan sebagai budak. Perlakuan atas seseorang untuk melakukan kerja
paksa, juga disamakan sebagai perbudakan. Demikian pula dengan bentuk-bentuk
pelacuran paksa. Seseorang yang mempunyai kedudukan sebagai budak, di cabut
seluruh haknya sebagai ras manusia. Budak mengalami diskriminasi penuh dan
pengasingan yang justru sangat bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia,
yakni prinsip non diskriminasi.
Bila dalam suatu wilayah kekuasaan Negara masih
berlaku atau berlangsung hubngan perbudakan, pemerintah atau Negara bersangkutan
dapat dipersalahkan telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Selain melanggar kovenan international tentang hak-hak sipil dan politik,
perbudakan juga melanggar konvensi perbudakan, konvensi pelengkap tentang
penghapusan perbudakan, perdagangan budak, serta lembaga-lembaga dan
praktek-praktek serupa dengan perbudakan, konvensi untuk penindasan perdadangan
orang dan eksploitasi pelacuran orang lain, konvensi konvensi kerja paksa (ILO).
c. Hak untuk tidak di siksa
perlindungan terhadap penyiksaan (torture)
merupakan hak fundamental yang wajib di jamin dalam keadaan apapun. Penyiksaan
yang menimpa seseorang dapat mengakibatkan penderitaan yang hebat baik fisik
maupun phisikis atau mental. Penyiksaan akan merusak hak fundamental, yakni hak
atas integritas pribadi (the right to personal integrity). Karena itu
memperlakukan seseorang dengan penyiksaan dan kekejaman lainnya wajib di
larang.
d. Nasib fatal bagi rakyat papua dengan demokrasi
indonesia
Demokrasi ini bukan arti yang percuma dan
dengan mendengar bunyi demokrasi itu maka rakyat sudah puas karena mereka
curiga bahwa pastilah yang mengelolah dan segala aturan dan pemerintahan akan
jatuhkan kepada kami karena bentuk pemerintahan ini kami mampu menentukan
sesuai ide atau keadaan sendiri maka
penetapan aturan juga akan memenuhi jaminan. Tetapi nasib yang di terima di
lapangan khususnya rakyat papua sangat mengecewakan. jika bukan kami rakyat
yang harus mengatur Negara ini berarti kita serahkan kepada siapa untuk
mengelola Negara yang bunyi pemerintahannya demokrasi itu.
Secara terang-terangan akan Nampak sesaat
dekatnya pemilihan umum (pemilu), tidak jelas symbol demokrasi di lain waktu itulah
teknisi pelaksanaan demokrasi yang di jalankan oleh kaum penguasa (authorities) di dalam rezim dari waktu
–kewaktu yang lain tanpa ada perubahan wajah pada demokrasi Indonesia. Kami
kaum para kaum intelek ingin Tanyake pada birokrat jika memang jelas
pelaksanaan ada tetapi kami kaum intelek membungkamnya. Sejauh mana kalau sudah
laksanakan dan siapa yang sedang nikmati dengan kamu punya demokrasi itu dan
sejak kapan mulai start jalan dan saat apa mereka betul nikmati.
Segala undang-undang yang ada dan mulai jalan
pun sangat inverse dengan yang
sebenarnya di laksanakan. Dengan demikian apa boleh kita namakan demokrasi
Indonesia itu dengan nama baru? Ya jelas bahwa kenyataan yang kita amati dan
tinjau bersama selama inikan tidak sesuai dengan apa yang di impikan maka layak
member nama baru yaitu demokrasi di gantikan dengan Negara kekuasan (power of state) atau Negara kerajaan (monarki) dan di dalam juga
terdapat raja-raja kecil yang tidak mampu lawan oleh rakyat papua. Menadakan
juga demokrasi yang terpasung seperti pernah di ungkapkan oleh aktifis papua
pembelah hak asasi tanah papua.
Fenomena demokrasi itu tampak dan di hargai apa
bila dalam suatu Negara ada rakyat punya kuasa yang tak terbatas dalam mengatur
dalam memajukan dalam berbagai bidang. Kemudian akan di rasa tidak sesuai apa bila yang utama sesunguhnya
di pahami sedikit apakah buat dengan Negara yang di terapkan dengan demokrasi.
Apa boleh membuat undang-undang dan falsafah hidup dalam Negara itu kita buat
seenak sesuai pemimpin tanpa memedulikan dengan nasib kelak bagi rakyat.
Carut-marut modifikasi statua yang banyak memakai kekuasaan karena yang punya
memegang jabatan dalam birokrat, tokoh partai adalah mereka sehingga suara
tidak di perhitungkan lagi. Karena pelopor ini saja punya semua hak maupun
kewajiban, para birokrat punya kuasa penting dalam mengatur sehingga tidak ingat
lagi tentang rakyat punya peran penting dalam mengatur Negara dan pemerintahan.
Agar nilai demokrasi tetap jaya terus kapan pun
maka jangan mencampuri sebenarnya yang bukan urusan Negara, bukan lagi hanya di
punya Negara. karena dasar hadir dan pembentukan Negara inisiatif rakyat yang
paling cocok pemerintahan adalah alat pemakai bagi rakyat agar Negara besar itu
di nikmati oleh semua rakyat tanpa perbedaan dan tidak di bawa kekuasaan dari
pemerintahan yang telah di tunjuk sendiri oleh rakyat. Pemerintah yang cerdas
dan berwibawa agar dalam tujuan Negara mampu mencapai pada apa yang di idamkan
Negara ini sebelum hadir dan bentuk di tengah masyarakat. Semoga rakyat
seluruhnya akan rasakan sesuai idealisme Negara walaupun Negara itu tidak
selamanya hanya lahir saja. Kemudian negara tanpa adanya ada batin agar tidak
ada rakyat yang tiap hari berteriak dan berkeluh kepada pemerintah terus tiap
saat tanpa berhenti dalam bangsa dan negaranya.
Karena pandangan yang sudah muncul dalam Negara
Indonesia yang semata-mata pemerintahan demokrasi namun disini masih adanya
tanda-tanda pemerintahan yang punya kekuasaan besar mulai muncul dan pernah
luput dari demokrasi pancasila lama-kelamaan menjadi busuk sudah tak layak
untuk di gunakan sebagaimana awalnya. Maka banyak rakyat punya keluhan menjadi
terbungkam tak mampu keluarkan maka sulitnya rakyat dalam mengelola dan
menikmati Negara yang besar yang tadinya sudah di paksakan dengan kekerasan,
intimidasi, di bawah moncong senjata
tetapi sudah gagal benar apa yang telah di cita-citakan oleh mereka rakyat
papua tidak mau menerima selamanya perlakuan seperti ini untuk selamanya maka
rakyat selalu berteriak agar bagaimana mampu menemukan jalan untuk mau memagari
dengan pemerintahan yang selama ini benar-benar tak cocok hidup dan tinggal
dengan mereka.
Dengan demikian untuk kedepan bagaimana agar
menjaga nama baik bagi pemerintah Indonesia dimata dunia. untuk di jawab sesuai
dengan permintaan rakyat papua karena saya penulis juga perluh menggaris bawahi
juga rakyat papua bukan di ciptakan oleh maha penciptanya dengan sama seperti
manusia seperti Negara di dunia ini yang di pelajari bahwa punya hak dalam
segalanya. Maka jika memang memang Indonesia akui dan menerima upaya pemajuan,
penghormatan dan penegakan HAM sebagai salah satu tonggak ketika organisasi
persatuan bangsa-bangsa (PBB) untuk hak asasi manusia pada 1946. Semuanya ini
di terima untuk di laksanakan bukan untuk di injak-injak bagaikan barang yang
sudah habis masa pemakaian. Itulah pelakasanaan hukum indonesia yang di lakukan
sementara ini di Indonesia tanpa adanya
hukum jujur yang mampu di rasakan sama rata semua tetapi mulai juga pemerkosaan
hukum.
Penulis juga mengingat apa yang pernah berseruh oleh presiden amerika
serikat mengenai ciri khas demokrasi
sebagai berikut.
1.
Adanya
pembagian kekuasan.
2.
Adanya
undang-undang yang demokratis.
3.
Adanya
rule of law bukan rule of power.
4.
Partai
politik lebih dari satu.
5.
Pers yang
bebas.
6.
Pemilu
yang bebas.
Sedangkan pokok-pokok dalam pelaksanaan demokrasi, sebagai berikut.
1.
Kedaulatan
tertinggi ada di tangan rakyat.
2.
Adanya
pemerintahan perwakilan.
3.
Bersumber
pada persetujuan bebas mayoritas rakyat.
4.
Pelaksanaan
hak-hak social dan politik.
5.
Kekuasaan
pemerintah yang terbatas dan di awasi.
6.
Penghargaan
dan perlindungan hak asasi manusia.
7.
Tegaknya
hukum bersamaan tegaknya keadilan.
Pada
dasarnya demokrasi itu bersifat kewarga negaraan, yakni bahwa masing-masing
keanggotaan dari keanggotaan itu saling menghormati dan menerima sebagai
pribadi yang sama haknya terutama dalam membentuk pemerintahan yang akan
mengemudikan rakyat sebagai masyarakat. Dengan demikian demokrasi sebenarnya
berakar pada hakikat manusia itu sendiri. Selanjutnya, dapat di ambil
kesimpulan bahwa dalam bernegara orang mempunyai hak-hak pribadi yang harus di
terima dan di hormati. Selain itu, orang juga harus mempunyai kewajiban
menerima dan menghormati hak-hak pribadi orang lain. Demokrasi liberal
merupakan paham demokrasi yang
Ciri umum Demokrasi liberal:
1.
Adanya
masyarakat minoritas dan mayoritas.
2.
Penggunaan
voting, oposisi, orasi dan demonstrasi serta multipartai.
Semoga demikian jadi mau
lakukan apa dengan adanya dasar hukum yang terteranya hukum yang ada di atas
ini agar tidak adanya penyimpangan dan benci maupun tidak sesuai dengan tulisan
tetapi lain pelaksanaan di lapangan. Saya
pernah saksikan berupa masa bebas berdemonstran dan bebas untuk menyampaikan
pendapat di muka umum atau kepada pemerintah. Namun yang lagi- lagi sering di
injak oleh penegak hokum sendiri yaitu: rakyat papua ingin berdemonstran tetapi
surat ijin dari kepolisian dan dari keamanan kadang tidak ijin, berarti hokum
atau dasar bagi Negara yang sering di adopsi hanya bayangan belaka.
Mengapa saya jujur saja katakan demikian
karena ini perintah Negara bukan hanya di buat oleh segelintir orang ingin
mencari makan dan minuman, untuk kepentingan Negara dan bangsa untuk nasib
kedepannya bukan berlaku hanya sesaat saja tetapi selama Negara ada dan
berkuasa. Bentuk ini terjadi berarti ini sudah mulai munculnya aturan atas hukum
(rule of law ), bukan peraturan berdasarkan kekuasaan (rule of power) dalam
Negara demokrasi namun dalam Negara ini banyak praktek - praktek tak terbatas
yang mulai lahir dan di laksanakan juga untuk di berbagai daerah khususnya di
tanah papua. Bukannya aturan atas hokum yang berkuasa tetapi aturan atas kuasa
ini yang paling dominasi di pelosok papua.
Penghargaan dan
perlindungan hak asasi manusiadan tegaknya hokum bersamaan serta keadilan dalam
pemerintahan yang menganut Negara demokrasi. Penulis tak mampu menguraikan
demokrasi di Negara lain tetapi penulis hanya membayangkan dan menyesal atas
pelaksanaan atas tulisan dengan pelaksanaan itu. Di manaka jati dirimu sebagai
pemerintahan demokrasi tetapi pelaksanaan tidak sesuai pengakuan maka layak
juga bentuk pemerintahan otoritas.
0 komentar:
Posting Komentar